Resensi Artikel

Judul
Bagi Hasil Cukai Tembakau tidak Adil
Penulis
Jodhi Yudon
Penerbit
KOMPAS.com
No/Tanggal
13 Juni
No Halaman
-
Tema
Ekonomi dan Pertanian

Ringkasan
JAKARTA, KOMPAS.com--Peraturan tentang pembagian dana hasil cukai tembakau tidak memberikan keadilan bagi petani tembakau. Aturan yang ada pun lebih diarahkan untuk mematikanindustri hasil tembakau. Ini adalah hasil penelitian tentang karut marut hukum dan implementasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil tembakau di Indonesia.
Itulah kesimpulan pada bedah buku "Ironi Cukai Tembakau" di Auditorium Dewan Pers, Jakarta, Rabu, 13 Juni 2013. 
Ketidakadilan itu sudah berawal dari UU 39/2007 tentang Perubahan atas UU 11/1995 tentang Cukai, dan semakin nyata dalam Peraturan Menteri Keuangan atau PMK No.84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dan Sanksi atas Penyalahgunaan Alokasi DBHCHT.
Gugun El Guyani, peneliti dari Indonesia Berdikari, mengatakan, dalam UU itu dana cukai yang dikembalikan ke daerah hanya sebesar 2% saja. Sisanya 98% diambil oleh pemerintah pusat. Sementara nilai cukai tahun lalu saja sebesar Rp 84 triliun, jumlah yang sangat besar.
“Tidak ada penjelasan hukum dalam UU itu mengapa dana yang dikembalikan hanya 2%”, kata Gugun dalam diskusi tersebut..
Gugun menjelaskan, lebih jauh distribusi dan pemanfaatan dana hasil cukai itu di daerah-daerah sangat timpang bagi kepentingan petani tembakau. Penelitian dilakukan di 5 propinsi terbesar penerima cukai yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB, Jawa Barat dan DI Yogyakarta.
Hampir semua daerah, lebih dari 60-70% dana cukai dipakai untuk Program Lingkungan Sosial, yaitu program yang berorientasi kesehatan.
“Kalaupun program-program kesehatan itu yang berkaitan dengan rokok, masih masuk akal. Tapi di sejumlah daerah, dana itu dipakai untuk Program KB atau Program HIV/AIDS yang tidak ada hubungannya dengan tembakau”, tambah Gugun.
Sementara yang diterima oleh petani hampir tidak ada. Nurtantio Wisnubrata, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia APTI Jawa Tengah mengatakan, pada 2004 petani tembakau pernah meminta agar ada dana DBHCHT itu kembali ke petani. Namun begitu keluar Peraturan Menteri Keuangan 84/2008 itu, harapan petani buyar.
Keunggulan
Dalam artikel di atas di jelaskan secara detail inti permasalahannya sehingga pembaca dapat menangkap jelas permasalahaan di atas
Kelemahan
Ada ejaan serta kalimat yang tidak efektif sehingga membingungkan pembaca. Penjelasan yang berulang
Saran
Lebih kepada editor selaku orang yang menyunting tulisan ini harusnya lebih teliti dalam pemilihan kata – kata


http://oase.kompas.com/

SOFTSKILL BAHASA INDONESIA

MAKALAH
Pembangunan Ekonomi Daerah dan Otonomi Daerah





UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN








DAFTAR ISI


DAFTAR ISI..........................................................................................            i
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................            1
Latar Belakang...................................................................................             1
Rumusan Masalah..............................................................................            2
C. Tujuan.............................................................................................            2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................            3
A. Latar Belakang Otonomi Daerah dan Pengertian Otonomi Daerah......      3
B. Tujuan Otonomi Daerah………………………….......................................             3
C. Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pembangunan Daerah................        4
BAB III PENUTUP...................................................................................          5
A.  Kesimpulan........................................................................................          5
B.  Saran..................................................................................................         6
DAFTAR PUSTAKA................................................................................           7







BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang Masalah
            Krisis multidimensional yang tengah melanda bangsa Indonesia telah menyadarkan kepada kita semua akan pentingnya menggagas kembali konsep otonomi daerah dalam arti yang sebenarnya. Gagasan penataan kembali sistem otonomi daerah bertolak dari pemikiran untuk menjamin terjadinya efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas, dan demokratisasi nilai-nilai kerakyatan dalam praktik penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
            Selama masa Orde Baru, harapan yang besar dari Pemerintah Daerah untuk dapat membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendak daerah sendiri ternyata dari tahun ke tahun dirasakan semakin jauh dari kenyataan. Yang terjadi adalah ketergantungan fiskal dan subsidi serta bantuan Pemerintah Pusat sebagai wujud ketidakberdayaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai Belanja Daerah.
            Kritik yang muncul selama ini adalah Pemerintah Pusat terlalu dominan terhadap Daerah. Pola pendekatan yang sentralistik dan seragam yang selama ini dikembangkan Pemerintah Pusat telah mematikan inisiatif dan kreativitas Daerah. Pemerintah Daerah kurang diberi keleluasaan (local discreation) untuk menentukan kebijakan daerahnya sendiri. Kewenangan yang selama ini diberikan kepada Daerah tidak disertai dengan pemberian infrastruktur yang memadai, penyiapan sumber daya manusia yang profesional, dan pembiayaan yang adil. Akibatnya, yang terjadi bukannya tercipta kemandirian Daerah, tetapi justru ketergantungan Daerah terhadap Pemerintah Pusat.
            Dampak dari sistem yang selama ini kita anut menyebabkan Pemerintah Daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi masyarakat daerah. Banyak proyek pembangunan daerah yang tidak menghiraukan manfaat yang dirasakan masyarakat, karena beberapa proyek merupakan proyek titipan yang sarat dengan petunjuk dan arahan dari Pemerintah Pusat.

Pemerintah Pusat melakukan campur tangan terhadap Daerah dengan alasan untuk menjamin stabilitas nasional dan masih lemahnya sumber daya manusia yang ada di Daerah. Karena dua alasan tersebut, sentralisasi otoritas dipandang sebagai prasyarat untuk menciptakan persatuan dan kesatuan nasional serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada awalnya pandangan tersebut terbukti benar. Sepanjang tahun 70-an dan 80-an, misalnya, Indonesia mengalami pertumbuhan yang berkelanjutan dan stabilitas politik yang mantap. Namun dalam jangka panjang, sentralisasi seperti itu telah menimbulkan ketimpangan dan atau ketidakadilan, rendahnya akuntabilitas, lambatnya pembangunan infrastruktur sosial, rendahnya tingkat pengembalian proyek-proyek publik, serta memperlambat pengembangan kelembagaan sosial ekonomi di daerah. Atas dasar artikel tersebut diatas maka penulis menyusun makalah ”PERKEMBANGAN OTONOMI DAERAH DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH.”

B.                 Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang di atas maka masalah dalam penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
  1. Apakah latar belakang dan pengertian dari otonomi daerah itu?
  2. Tujuan dari otonomi daerah?
  3. Apakah dampak otonomi daerah terhadap pembangunan daerah?

C.                Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Untuk mengetahui latar belakang dan pengertian otonomi daerah.
  2. Untuk mengetahui tujuan dari otonomi daerah.
  3. Untuk mengetahui dampak otonomi daerah terhadap pembangunan.





























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Latar Belakang Otonomi Daerah dan Pengertian Otonomi Daerah
            Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
            Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
            Latar belakang otonomi daerah adalah sebagai berikut:
1.      Setting Politik
Merebaknya protes dan ketidakpuasan daerah (tuntutan otonomi lebih luas, negara federasi, merdeka), terutama dari daerah penghasil SDA utama, semangat demokratisasi  dan keterbukaan.
2.      Misi Politik
Memuaskan semua daerah dengan memberikan ruang partisipasi: demokrasi local. Memuaskan daerah kaya SDA: menikmati hasil SDA lebih besar
3.      Perubahan Mendasar
Dati I & II menjadi Propinsi dan Kabupaten/Kota, Pemerintah daerah (KDH+DPRD) menjadi Badan Eksekutif Daerah (Kepala daerah+Perangkat Daerah Otonom). Implikasinya, keterpisahan eksekutif & legislative adalah memperpendek jangkauan asas dekonsentrasi (hanya sampai dengan Propinsi). Implikasinya adalah Gubernur tetap wakil pusat & KDHKabupaten & Kota bebas dari intervensi pusat.

B.     Tujuan Otonomi Daerah
Tujuan dari otonomi daerah adalah:
1.      Menciptakan kesejahteraan.
2.      Bagaimana menjadikan Pemda sebagai instrumen untuk menciptakan kesejahteraan
3.      Mendukung proses demokrasi di tingkat lokal
4.      Bagaimana menjadikan Pemda sebagai instrumen pendidikan politik di tingkat lokal untuk mendukung proses demokratisasi menuju civil society  

C.    Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pembangunan Daerah
            Dengan adanya otonomi daerah maka dapat dijabarkan dampak positif dan negatif, antara lain sebagai berikut:
  1. Segi ekonomi
Ø  Dampak positif : keuntungan dari penerapan otonomi daerah ini akan mudah untuk mengelola sumber daya alam yang dimilikinya, dengan demikian apabila sumber daya alam yang dimiliki telah dikelola secara maksimal maka pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat akan meningkat.
Ø  Dampak negatif : tidak menutup mata ada beberapa hal yang harus diperhatikan, dengan adanya penerapan sistem ini membukakan peluang yang sebesar-besarnya bagi pejabat daerah (pejabat yang tidak benar) untuk melalukan praktek KKN.
  1. Segi Keamanan dan Politik
Ø  Dampak positif : meningkatkan prospek pencegahan dan manajemen lokal yang lebih baik melalui munculnya pemerintahan lokal yang lebih dipercaya.
Ø  Dampak negatif :  dengan beberapa dari kabupaten itu menggambarkan garis etnis dan meningkatnya ekonomi yang cepat bagi politik daerah, ada ketakutan akan terjadi konflik baru dalam soal tanah, sumber daya atau perbatasan dan adanya politisi lokal yang memanipulasi ketegangan untuk kepentingan personal
  1. Segi Pelayanan Pemerintah
Ø  Dampak positif : dengan adanya otonomi daerah, maka setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya kepada pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut apabila Orang/badan yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan suatu program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi dikemudia hari.
Ø  Dampak negatif: Tetapi sebaliknya akan berdamapak kurang baik apabila orang /badan yang menyusun program tersebut kurang memahami atau kurang mengetahui mengenai bagaimana cara menyusus perencanaan yang baik serta analisis dampak yang akan terjadi.



















BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Latar belakang otonomi daerah dapat disebabkan oleh setting politik, misi politik, dan perubahan mendasar dati I dan II menjadi provinsi, kabupaten/kota.
            Tujuan dari otonomi dareah adalah menciptakan kesejahteraan, bagaimana menjadikan Pemda sebagai instrumen untuk menciptakan kesejahteraan, mendukung proses demokrasi di tingkat local, bagaimana menjadikan Pemda sebagai instrumen pendidikan politik di tingkat lokal untuk mendukung proses demokratisasi menuju civil society.
Otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia. Dengan otonomi, Daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dan bagian (sharing) dari Pemerintah Pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat.

B.     Saran
1.      Pejabat daerah harus bisa bertanggung jawab dan jujur agar tidak terjadi praktek KKN.
2.      Menanamkan rasa nasionalisme yang tinggi kepada pemerintah daerah dan masyarakat.
3.      Dan yang menjadi prioritas adalah pejabat daerah harus bisa memahami prinsip-prinsip otonomi daerah dan adanya kerjasama antara pejabat dan masyarakat dalam rangka memajukan daerah.















Daftar Pustaka

Saragih, Panglima. 2003. Desentralisasi fisikal dan keuangan daerah dalam otonomi. Jakarta: Ghalia Indonesia



Media Online.Dampak Ekonomi Daerah.Depok: (http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah_di_Indonesia)

Media Online. Pengertian otonomi daerah. Depok:     (http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah)
Media Online.Otonomi Daerah dan Pembanguna Daerah.Depok: (http://caecarioz.blogspot.com/2012/06/otonomi-daerah-pembangunan-daerah.html)